RIYADH -- Arab Saudi makin dekat dengan ambisinya menjadikan Makkah sebagai pusat patokan waktu internasional. Pemerintah Arab Saudi mengujicobakan jam terbesar di dunia pada Selasa (10/8) waktu setempat atau Rabu (11/8) WIB. Uji coba ini akan berjalan selama tiga bulan.
Jam terbesar di dunia itu dipasang di puncak gedung pencakar langit, Abraj Al Bait Tower, yang terletak di belakang Masjidil Haram. Pada waktu uji coba, baru satu sisi jam dari empat sisi yang berjalan. Selain berambisi menjadi acuan waktu dunia, Pemerintah Arab Saudi ingin jam ini akan menjadi acuan bagi 1,5 miliar Muslim di seluruh negara.
Manajer Royal Mecca Clock Tower Hotel, Mohammed al-Arkubi, berharap jam tersebut menjadi acuan umat Muslim seluruh dunia. “Menjadikan Makkah sebagai pengganti Greenwich Mean Time (GMT), itu tujuan pembangunan menara jam,” kata al-Arkubi, yang bekerja di hotel di Abraj Al Bait Tower, seperti dikutip Associated Press.
Hani al-Wajeh, warga Makkah, mengatakan, masyarakat sangat menunggu-nunggu jam terbesar di dunia itu beroperasi penuh. Namun, Pemerintah Arab Saudi masih mengunci rapat informasi rinci terkait jam tersebut. “(Dengan adanya jam terbesar di dunia) kami di Makkah berharap bisa menjadi acuan waktu internasional,” sambungnya.
Ambisi Makkah menjadi kiblat pengaturan waktu internasional sudah berlangsung lama. Pada 2008 di Qatar diselenggarakan seminar internasional terkait kemungkinan Makkah menggantikan GMT yang sudah 125 tahun mendominasi waktu dunia. Seluruh peserta seminar mengusulkan langkah pertama untuk menggantikan GMT adalah menyatukan acuan waktu seluruh negara Arab.
Selain itu, peserta seminar mengatakan, melanggengkan GMT sama saja melanggengkan kolonialisme. Alasan mereka, penetapan GMT pada 1884 penuh dengan agenda kolonialisme negara barat atas negara lain.
Greenwich Mean Time adalah hasil konferensi internasional yang diikuti 41 negara pada Oktober 1884 di Washington DC, Amerika Serikat. Saat itu mayoritas peserta setuju menjadikan Kota Greenwich di Inggris sebagai titik nol acuan garis meridian yang membelah bumi menjadi bagian timur GMT dan bagian barat GMT.
Pada 1 Januari 1972, acuan waktu internasional kembali diubah karena jam di Greenwich Observatorium kurang akurat. Peneliti menggunakan jam lebih akurat yang memanfaatkan zat atom dan menamakannya Coordinated Universal Time (UCT). Beda antara UCT dan GMT adalah 0,9 detik.
Cendekiawan Muslim, Yusuf al-Qaradawi, mengatakan, Makkah pantas menjadi pusat nol dunia karena sejajar tepat dengan Kutub Utara, sehingga menjadikannya sebagai 'zona magnetisme nol'. Pandangan al-Qaradawi didukung oleh Abdel-Baset al-Sayyed, dari Pusat Penelitian Nasional Mesir, yang mengatakan tidak ada medan magnet di Makkah.
“Jam terbesar di dunia berada tepat di titik paling penting di seluruh dunia, Ka'bah. Ini adalah impian seluruh umat Islam,” kata Atif Felmban, warga Makkah. Ahmed Haleem, warga Makkah lainnya, mengatakan, sudah saatnya dunia Islam memiliki jam yang bisa dibanggakan. “Selama ini kita selalu memuja konstruksi jam Barat,” katanya.
Proyek jam terbesar di dunia ini dikerjakan dengan melibatkan ahli jam dari Swiss dan Jerman. Total dana yang digelontorkan Pemerintah Saudi mencapai 800 juta dolar AS. Selain berfungsi sebagai menara jam, Abraj Al Bait Tower juga sebuah kompleks yang terdiri atas tujuh menara hotel dan pusat perbelanjaan.
Jam ini juga akan membuat jam yang menjadi landmark Kota London, Big Ben yang pernah menempati posisi sebagai jam empat sisi terbesar di dunia, menjadi terlihat kecil. Dengan diameter sekitar 40 meter, jam Arab Saudi ini akan lebih besar dari juara dunia jam terbesar saat ini, yakni jam Mall Cevahir di Istanbul, yang memiliki lebar 36 meter.
Ketua PP Muhammadiyah, Din Syamsudin mendukung proyek ini, walaupun menurutnya sangat sulit mengubah ketentuan waktu yang telah berjalan di dunia. Tapi kami mendukung proyek tersebut, bagaimana dengan saudara pembaca?
0 komentar:
Posting Komentar