Namun salah Seorang staf NII bernama Adah Djaelani Tirtapradja yang membaiat diri menjadi Imam NII bersama Danu Mohamad Hasan, dan Ateng Djaelani Setiawan, yang mana mereka bertiga telah menyerah dan berikrar kepada pihak Soekarno pada 1 Agustus 1962, kemudian melakukan pembentukan NII dan membaiat seseorang bernama Abu Toto alias Panji Gumilang.
Adah Djaelani adalah boneka BAKIN (Ali Murtopo) yang disusupkan kedalam tubuh NII. Pada saat itu Ali Murtopo menggunakan strategi pancing-jaring untuk menekan gerakan-gerakan Islam.
Di mata para tokoh NII lainnya, Adah Djaelani merupakan seorang penghianat.
Keberadaan NII ini ditolak keras keterkaitannya dengan NII Kartosoewirjo, apalagi format gerakan dan ajaran/faham keagamaan yang dikembangkan jauh menyimpang dari garis NII. Sejumlah mantan aktivis gerakan ini menyebutnya dengan NII KW IX.
Di Jawa Barat, NII dikabarkan berpusat di Pondok Pesantren Al-Zaytun seluas 1.200 hektare di Indramayu yang didirikan Abu Toto alias Syekh Abdus Salam Panji Gumilang. NII ini dikenal dengan gerakan Negara Islam Indonesia Komandemen Wilayah 9 (NII KW9).
Dalam perkembangannya, NII semakin berani menunjukkan eksistensinya denan maraknya aksi nya yang mencuci otak para mahasiswa. Bahkan, Kepolisian Daerah Jawa Timur berusaha mengungkap gerakan ini dengan mengejar sejumlah nama yang ditengarai jadi otak perekrut dan pemberi materi doktrin kepada mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).
Mantan pengikut NII sekaligus pendiri situs NII Crisis Center, Ken Setiawan menjelaskan metode perekrutan mereka mulai dari pertemanan, lewat teman-teman dekat. “NII punya identifikasi korban, siapa dia, apakah anak orang kaya, sudah diincar,” kata Ken.
Mantan anggota NII lainnya, Tikno, menjelaskan hal yang sama bahwa mahasiswa yang berhasil digiring masuk jaringan akan didoktrin untuk menghalalkan segala cara dalam mewujudkan negara Islam di Indonesia. Selain itu, Tikno mengaku didoktrin bahwa semua pimpinan di Indonesia adalah kafir.
0 komentar:
Posting Komentar